Jumat, 29 November 2013

Jenis-Jenir Teater

Sejarah Teater Yunani Klasik
        Teater Yunani Klasik - Tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang permanen dibangun sekitar 2300 tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung dan berundak-undak yang disebut  amphitheater  (Jakob Soemardjo, 1984). Ribuan orang mengunjungi  amphitheater untuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan bagi teater terbaik. Naskah lakon teater  Yunani merupakan naskah lakon teater pertama yang menciptakan dialog diantara para karakternya.


Ciri-ciri khusus pertunjukan teater pada masa Yunani Kuno adalah: 
  • Pertunjukan dilakukan di amphitheater. 
  • Sudah menggunakan naskah lakon.  
  • Seluruh pemainnya pria bahkan peran wanitanya dimainkan pria dan memakai topeng karena setiap pemain memerankan lebih dari satu tokoh. 
  • Cerita yang dimainkan adalah tragedi yang membuat penonton tegang, takut, dan kasihan serta cerita komedi yang lucu, kasar dan sering mengeritik tokoh terkenal pada waktu itu. 
  • Selain pemeran utama juga ada pemain khusus untuk kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator (pemain yang menceritakan jalannya pertunjukan). 

Gambar Amphitheater 

Pengarang teater Yunani Klasik, yaitu 
  • Aeschylus (525-SM). Dialah yang pertama kali mengenalkan tokoh prontagonis dan antagonis sehingga mampu menghidupkan peran. Karyanya yang terkenal adalah Trilogi Oresteia yang terdiri dari Agamennon , The Libatian Beavers, dan The Furies.  
  • Shopocles  (496-406 SM) dengan karya yang terkenal adalah Oedipus The King, Oedipus at Colonus, Antigone.     
  • Euripides  (484-406 SM) dengan karya-karyanya antara lain Medea, Hyppolitus, The Troyan Woman, Cyclops. 
  • Aristophanes (448-380 SM) penulis naskah drama komedi. Dengan karyanya yang terkenal adalah  Lysistrata, The Wasps, The Clouds, The Frogs, The Birds.   
  • Manander (349-291 SM.). Manander menghilangkan koor dan menggantinya dengan berbagai watak. Misalnya watak orang tua yang baik, budak yang licik, anak yang jujur, pelacur yang kurang ajar, tentara yang sombong dan sebagainya. Karya Manander juga berpengaruh kuat pada Zaman Romawi Klasik  dan drama komedi Zaman Renaissance dan Elisabethan.

Gambar Pertunjukan Teater Yunani Kuno 

Kebanyakan drama tragedi Yunani dibuat berdasarkan legenda. Drama-drama ini sering membuat penonton merasa tegang, takut, dan kasihan. Drama komedi bersifat lucu dan kasar serta sering mengolok-olok tokoh-tokoh terkenal.  Sejarah Teater Yunani Klasik 

Teater Abad Pertengahan

 Dalam tahun 1400-an dan 1500-an, banyak kota di Eropa mementaskan drama untuk merayakan hari-hari besar umat Kristen. Drama-drama dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan dipertunjukkan di atas kereta, yang disebut pageant, dan ditarik keliling kota. Bahkan kini pertunjukan jalan dan prosesi penuh warna diselenggarakan di seluruh dunia untuk merayakan berbagai hari besar keagamaan. Para pemain drama pageant menggunakan tempat di bawah kereta untuk menyembunyikan peralatan. Peralatan ini digunakan untuk efek tipuan, seperti menurunkan seorang aktor dari atas ke panggung. Para pemain pegeant memainkan satu adegan dari kisah dalam Alkitab, lalu berjalan lagi. Pageant lain dari aktor-aktor lain untuk adegan berikutnya, menggantikannya. Aktor-aktor pageant seringkali adalah para perajin setempat yang memainkan adegan yag menunjukan keahlian mereka. Orang berkerumun untuk menyaksikan drama pageant religius di Eropa. drama ini populer karena pemainnya berbicara dalam bahasa sehari-hari, bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi gereja-gereja Kristen (Wisnuwardhono, 2002).



 Ciri-ciri teater abad Pertengahan adalah sebagai berikut: 
- Drama dimainkan oleh aktor-aktor yang belajar di universitas sehingga dikaitkan dengan masalah filsafat dan agama. 
- Aktor bermain di panggung di atas kereta yang bisa dibawa berkeliling menyusuri jalanan.
 
- Drama banyak disisipi cerita kepahlawanan yang dibumbui cerita percintaan.
 
- Drama dimainkan di tempat umum dengan memungut bayaran.
 
- Drama tidak memiliki nama pengarang.
Teater Zaman Elizabeth
Pada tahun 1576, selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, gedung teater besar dari kayu dibangun di London Inggris. Gedung ini dibangun seperti lingkaran sehingga penonton bisa duduk dihampir seluruh sisi panggung. Gedung teater ini sangat sukses sehingga banyak gedung sejenis dibangun di sekitarnya. Salah satunya yang disebut Globe, gedung teater ini bisa menampung 3.000 penonton. Penonton yang mampu membeli tiket duduk di sisi-sisi panggung. Mereka yang tidak mampu membeli tiket berdiri di sekitar panggung.


Globe mementaskan drama-drama karya William Shakespeare, penulis drama terkenal dari Inggris yang hidup dari tahun 1564 sampai tahun 1616. Ia adalah seorang aktor dan penyair, selain penulis drama. Ia biasanya menulis dalam bentuk puisi atau sajak. Beberapa ceritanya berisi monolog panjang, yang disebut solilokui, dan menceritakan gagasan-gagasan mereka kepada penonton. Ia menulis 37 (tiga puluh tujuh) drama dengan berbagai tema, mulai dari pembunuhan dan perang sampai cinta dan kecemburuan. Ciri-ciri teater Zaman Elizabeth adalah:

·                     Pertunjukan dilaksanakan siang hari dan tidak mengenal waktu istirahat.
·                     Tempat adegan ditandai dengan ucapan dengan disampaikan dalam dialog para tokoh.
·                     Tokoh wanita dimainkan oleh pemain anak-anak laki-laki. Tidak pemain wanita.
·                     Penontonnya berbagai lapisan masyarakat dan diramaikan oleh penjual makanan dan minuman.
·                     Menggunakan naskah lakon.
·                     Corak pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater keliling dengan teater sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan.


 
Teater Abad 18
Pada abad ke-17, teater Italia memiliki struktur-struktur bangunan dan panggung-panggung arsitektural. Panggung-panggung itu dihiasi setting-setting perspektif yang dilukis. Letak panggung dipisahkan dengan auditorium oleh lengkung prosenium. Di Inggris dan Spanyol, tidak terdapat pemain wanita dalam pementasan teater mereka. Tradisi tersebut berlangsung sampai kira-kira 1587. Di abad ke-17, perusahaan-perusahaan seni peran Perancis dan Inggris mulai menambahkan wanita ke dalam rombongan-rombongan pertunjukan mereka. Di Amerika, teater kolonial baru mulai muncul. Mereka menggunakan sandiwara-sandiwara dan aktor-aktor Inggris. Abad ke-18 adalah masa agung pertama teater untuk kaum bangsawan.
Pada abad 18, teater di Perancis dimonopoli oleh pemerintah dengan comedie francaise-nya. Secara tetap mereka mementaskan komedi dan tragedi, sedangkan bentuk opera, drama pendek dan burlesque dipentaskan oleh rombongan teater Italia Comedie Italienne yang biasanya pentas di pasar-pasar malam. Sampai akhir abad 17 Perancis menjadi pusat kebudayaan Eropa. Drama Perancis yang neoklasik menjadi model di seluruh Eropa. Kecenderungan neoklasik menjalar ke seluruh Eropa.


Selama abad 18 Italia berusaha mempertahankan bentuk commedia dell’arte. Penulis besarnya ialah Carlo Goldoni. Karya-karyanya berupa komedi yang kebanyakan agak sentimental tetapi tergolong bermutu. Penulis naskah yang lain adalah Carlo Gozzi. Ia tidak meneruskan tradisi commedia dell’arte tetapi menciptakan sendiri komedi-komedi fantasi dengan adegan-adegan penuh improvisasi. Commedia dell’arte sendiri mulai merosot dan tidak populer di Italia pada akhir abad 18. Sedang dalam tragedi, penulis Italia abad itu yang menonjol hanya Vittorio Alfieri.

Teater di Jerman sudah berkembang pada Zaman Renaissance (1500-1600) meskipun dalam bentuk yang belum sempurna. Inilah sebabnya teater Jerman tak berbicara banyak di Eropa sampai tahun 1725. Teater Jerman dengan model comedie francaise, menciptakan suatu organisasi teater paling baik di Eropa pada akhir abad 18. Sejak itu gerakan teater Jerman berpaling dari ide neoklasik kepada aliran romantik.
 Teater Abad 19 dan Realisme
Banyak perubahan terjadi di Eropa pada abad ke 19 karena Revolusi Industri. Orang-orang berkelas pindah ke kota dan teater pun mulai berubah. Bentuk-bentuk baru teater diciptakan untuk pekerja industri seperti Vaudeville (aksi-aksi seperti rutinitas lagu dan tari), Berlesque (karya-karya drama yang membuat subyek nampak menggelikan), dan melodrama (melebih-lebihkan karakter dalam konflik – pahlawan versus penjahat). Sandiwara-sandiwara romantis dan kebangkitan klasik dimainkan di gedung teater yang megah pada masa itu. Amerika Serikat masih mengandalkan gaya teater dan lakon Eropa. Pada tahun 1820, lilin-lilin dan lampu-lampu minyak digantikan oleh lampu-lampu gas di gedung- gedung teater abad 19. Gedung TeaterSavoy di London (1881) yang mementaskan drama-drama Shakespeare adalah gedung teater pertama yang panggungnya diterangi lampu listrik.


Pada abad 19 di Inggris sebuah drama kloset atau naskah lakon yang sepenuhnya tidak dapat dipentaskan bermunculan. Tercatat nama-nama penulis drama kloset seperti Wordswoth, Coleridge, Byron, Shelley, Swinburne, Browning, dan Tennyson. Baru pada akhir abad 19 teater di Inggris juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan munculnya Henry Arthur Jones, Sir Arthur Wing Pinero, dan Oscar Wilde. Juga terlihat kebangkitan pergerakan teater independen yang menjadi perintis pergerakan Teater Kecil yang nanti di abad ke 20 tersebar luas. Misalnya Theatre Libre Paris, Die Freie Buhne Berlin,independent Theater London dan Miss Horniman’s Theater Manchester di mana Ibsen, Strindberg, Bjornson, Yeats, Shaw, Hauptmann dan Synge mulai dikenal masyarakat.

Selama akhir abad 19 di Jerman muncul dua penulis lakon kaliber internasional yaitu Hauptmann dan Sudermann. Seorang doctor Viennese, Arthur Schnitzler, menjadi dikenal luas di luar tempat asalnya Austria dengan naskah lakon yang ringan dan menyenangkan berjudul Anatol. Di Perancis, Brieux menjadi perintis teater realistis dan klinis. Belgia menghasilkan Maeterlinck. Di Paris, muncul lakon Cyrano de Bergerac, karya Edmond Rostand. Sementara itu di Italia Giacosa menulis lakon terbaiknya yang banyak dikenal, As the Leaves, dan mengarang syair-syair untuk opera, La Boheme, Tosca, danMadame Butterfly. Verga menulis In the Porter’s Lodge, The Fox Hunt, dan Cavalleria Rusticana, yang juga lebih dikenal melalui opera Muscagni. Penulis lakon Italia abad 19 yang paling terkenal adalah Gabriel d’Annunzio, Luigi Pirandello, dan Sem Benelli dengan lakon berjudul Supper of Jokes yang dikenal di Inggris dan Amerika sebagai The Jest. Bennelli dengan lakon Love of the Three Kings-nya dikenal di luar Italia dalam bentuk opera. Di Spanyol Jose Echegaray menulis The World and His Wife, Jose Benavente dengan karyanya Passion Flower dan Bonds of Interest dipentaskan di Amerika, dan Sierra bersaudara dengan naskah lakon Cradle Song menjadi penghubung abad ke 19 dan 20, seperti halnya Shaw, Glasworthy, dan Barrie di Inggris, serta Lady Augusta Gregory dan W.B. Yeats di Irlandia.

Sampai abad 19 teater di Amerika dikuasai oleh Stock Company dengan sistem bintang. Sebuah rombongan drama lengkap dengan peralatannya serta bintang-bintangnya mengadakan perjalanan keliling. Dengan dibangunnya jaringan kereta api,Stock Company makin berkembang (1870). Akibatnya seni teater tersebar luas di seluruh Amerika. Maka muncullah teater-teater lokal. Stock company lenyap sekitar tahun 1900. Sindikat teater berkuasa di Amerika dari tahun 1896-1915. Realisme menguasai panggung-panggung teater Amerika pada abad 19. Usaha melukiskan kehidupan nyata secara teliti dan detail ini dimulai dengan pementasan-pementasan naskah-naskah sejarah. Setting dan kostum diusahakan sepersis mungkin dengan zaman cerita. Charles Kenble dalam memproduksi King John tahun 1823 (naskah Shakespeare) mengusahakan ketepatan sampai hal-hal yang detail.

Zaman Realisme yang lahir pada penghujung abad 19 dapat dijadikan landas pacu lahirnya seni teater modern di Barat. Penanda yang kuat adalah timbulnya gagasan untuk mementaskan lakon kehidupan di atas pentas dan menyajikannya seolah peristiwa itu terjadi secara nyata. Gagasan ini melahirkan konvensi baru dan mengubah konvensi lama yang lebih menampilkan seni teater sebagai sebuah pertunjukan yang memang dikhususkan untuk penonton. Tidak ada lagi pamer keindahan bentuk akting dan puitika kata-kata dalam Realisme. Semua ditampilkan apa adanya seperti sebuah kenyataan kehidupan.

Diiringi dengan perkembangan teknologi yang dapat digunakan untuk mendukung artistik pentas, Realisme menjadi primadona di dunia barat. Seni teater yang menghadirkan penggal kenyataan hidup di atas pentas ini begitu membius penggemarnya.Para penonton dibuat terhanyut dan larut dalam cerita-cerita yang dimainkan. Pesona semacam ini membuat Realisme begitu berpengaruh dalam waktu yang cukup lama.

SENI TEATER TRADISIONAL

Kata teater dari bahasa yunani yaitu Theatron yang berarti tempat untuk menonton. Namun teater dapat diartikan sebagai tontonan atau pertunjukkan (Tarigan 1985:73) .
Jadi pengertiannya adalah sebagai tempat untuk pertunjukkan atau kegiatan pertunjukkan itu sendiri. Teater merupakan seni yang menyeluruh, karena seni selalu kerjasama (kolektif) secara bersamama-sama antara sutradara dan pelaku, serta pelaku dengan tata rias dan tata busana.
Seni Teater terbagi dalam beberapa jenis menurut ideologinya, menurut sumber dananya, menurut karakteristiknya, dan masih banyak pembagian seni teater berdasarkan pengalaman masing-masing pelakunya. Menurut karakteristiknya, Seni Teater dibagi menjadi dua, yaitu seni teater Tradisional dan seni teater Modern.
Seni Teater tradisional adalah seni teater yang bersifat kedaerahan berdasarkan tradisi, bergerak dengan sistem kekerabatan yang kental. Sedangkan seni teater modern adalah seni teater yang mempunyai dasar-dasar keilmuan yang mapan. Penulisan yang sudah berpatern, penokohan, latihan yang bersistem, dan semua hal yang sudah dibakukan sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
Berikut Teater tradisional yang ada di Indonesia :
A. Wayang
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. 
B. Makyong
Makyong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional. 
C. Drama Gong
Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. 
D. Randai
Randai adalah kesenian (teater) khas masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat yang dimainkan oleh beberapa orang (berkelompok atau beregu). 
E. Mamanda
Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton.
 F. Longser
Longser merupakan salah satu bentuk teater tradisional masyarakat sunda, Jawa barat. 
G. Ketoprak
Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.
H. Ludruk
Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. 
I. Lenong
Lenong adalah seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi, Jakarta. 
J. Ubrug
Seperti umumnya bentuk kesenian, ubrug juga memiliki fungsi estetik dan sosial. Kesenian yang hingga kini masih ada di sejumlah daerah di Banten ini, masih tetap menjadi sarana hiburan bagi sebagian masyarakat.

Sejarah Teater




SENI TEATER
(SEJARAH,PENGERTIAN DAN BENTUK)


Sejarah Teater
Kata tater atau drama berasal dari   bahasa Yunani ”theatrom” yang berarti  seeing Place (Inggris).  Tontonan  drama  memang  menonjolkan  percakapan  (dialog) dan gerak-gerik para pemain (aktif) di panggung. Percakapan dan gerak-gerik itu  memperagakan  cerita  yang  tertulis  dalam  naskah.  Dengan  demikian, penonton  dapat  langsung  mengikuti  dan  menikmati  cerita  tanpa  harus membayangkan.

Teater sebagai tontotan sudah ada sejak zaman dahulu. Bukti tertulis pengungkapan  bahwa  teater  sudah  ada  sejak  abad  kelima  SM.  Hal  ini didasarkan temuan naskah teater kuno di Yunani. Penulisnya Aeschylus yang hidup antara tahun  525-456 SM.  Isi lakonnya berupa persembahan untuk memohon kepada dewa-dewa.

Lahirnya  adalah  bermula  dari  upacara  keagamaan  yang  dilakukan para  pemuka  agama,  lambat  laun  upacara  keagamaan  ini  berkembang, bukan hanya berupa nyanyian, puji-pujian, melainkan juga doa dan cerita yang  diucapkan  dengan  lantang,  selanjutnya  upacara  keagamaan  lebih menonjolkan penceritaan.

Sebenarnya   istilah   teater   merujuk   pada   gedung   pertunjukan, sedangkan   istilah   drama   merujuk   pada   pertunjukannya,   namun   kini kecenderungan  orang  untuk  menyebut  pertunjukan  drama  dengan  istilah teater.

1.  Mengapresiasikan Karya Seni Teater
Kegiatan   berteater   dalam   kehidupan   masyarakat   dan   budaya Indonesia  bukan  merupakan  sesuatu  yang  asing  bahkan  sudah  menjadi bagian  yang  tidak  terpisahkan,  kegiatan  teater  dapat  kita  lihat     dalam peristiwa-peristiwa  Ritual  keagamaan,  tingkat-tingkat  hidup,  siklus  hidup (kelahiran,   pertumbuhan   dan   kematian)   juga   hiburan.   Setiap   daerah mempunyai keunikan dan kekhasan dalam tata cara penyampaiannya. Untuk dapat mengapresiasi dengan baik mengenai seni teater terutama teater yang ada di Indonesia  sebelumnya kita harus memahami apa seni teater itu  ? bagaimana ciri khas teater yang berkembang di wilayah negara kita.


2.  Pengertian Teater

   arti luas teater adalah segala tontonon yang dipertunjukan didepan orang banyak, misalnya wayang golek, lenong, akrobat, debus, sulap, reog, band dan sebagainya.

   arti  sempit  adalah  kisah  hidup  dan  kehidupan  manusia  yang diceritakan  diatas  pentas,  disaksikan  oleh  orang  banyak,  dengan media :  percakapan,gerak  dan  laku dengan  atau  tanpa  dekor, didasarkan pada naskah tertulis denga diiringi musik, nyanyian dan tarian.

Teater  adalah  salah  satu  bentuk  kegiatan  manusia  yang  secara  sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang diwujudkan  dalam  suatu  karya  (seni  pertunjukan)  yang  ditunjang  dengan unsur  gerak,  suara,  bunyi  dan  rupa  yang  dijalin  dalam  cerita  pergulatan tentang kehidupan manusia.

Unsur-unsur teater menurut urutannya :

Tubuh manusia sebagai unsur utama (Pemeran/ pelaku/ pemain/actor)
Gerak  sebagai unsur  penunjang  (gerak  tubuh,gerak  suara,gerak  bunyi
   
dan gerak rupa)
Suara sebagai unsur penunjang (kata, dialog, ucapan pemeran)
Bunyi sebagai efek Penunjang (bunyi benda, efek dan musik)
Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, dekorasi, rias dan kostum)
Lakon sebagai unsur penjalin (cerita, non cerita, fiksi dan narasi)


Teater sebagai hasil karya (seni) merupakan satu kesatuan yang utuh antara manusia  sebagai  unsur  utamanya  dengan  unsur  -unsur  penunjang  dan penjalinnya. Dan dapat dikatakan bahwa teater merupakan perpaduan segala macam pernyataan seni.



3. Bentuk Teater Indonesia berdasarkan pendukungnya :

a.  Teater rakyat yaitu teater yang didukung oleh masyarakat kalangan pedesaan , bentuk teater ini punya karakter bebas tidak terikat oleh kaidah-kaidah pertunjukan yang   kaku, sifat nya spontan,improvisasi. Contoh : lenong, ludruk, ketoprak dll.

b.  Teater Keraton yaitu   Teater yang lahir dan berkembang dilingkungan keraton dan kaum bangsawan. Pertunjukan dilaksanakan hanya untuk lingkungan   terbatas  dengan   tingkat   artistik   sangat   tinggi,cerita berkisar pada kehidupan kaum bangsawan yang dekat dengan dewadewa . Contoh : teater Wayang

c.  Teater  Urban  atau  kota-kota.  Teater  ini    Masih  membawa  idiom bentuk rakyat dan keraton . teater jenis ini   lahir dari kebutuhan yang timbul    dengan    tumbuhnya    kelompok-kelompok    baru    dalam masyarakat    dan  sebagai  produk  dari  kebutuhan  baru  ,  sebagai fenomena modern dalam seni pertunjukan di Indonesia.

d.  Teater kontemporer,yaitu teater yang menampilkan peranan manusia bukan  sebagai  tipe  melainkan  sebagai  individu .  dalam  dirinya terkandung potensi yang besar untuk tumbuh dengan kreatifitas yang tanpa batas. Pendukung    teater ini masih sedikit yaitu orang-orang yang  menggeluti  teater  secara  serius  mengabdikan  hidupnya  pada teater  dengan  melakukan  pencarian,  eksperimen  berbagai  bentuk teater untuk mewujudkan teater Indonesia masa kini.


Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kegiatan berteater yang tumbuh  dan  berkembang  secara  turun  menurun.  Kegiatan  ini  masih bertahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang erat hubungannya dengan budaya agraris (bertani) yang tidak lepas dari unsur-unsur ritual kesuburan, siklus kehidupan maupun hiburan.   Misalnya : untuk memulai menanam padi harus diadakan upacara   khusus untuk meminta bantuan leluhur agar padi yang ditanam subur, berkah dan terjaga dari berbagai gangguan.  Juga  ketika  panen,  sebagai  ucapan  terima  kasih  maka dilaksanakan  upacara  panen.  Juga  peringatan  tingkat-tingkat  hidup seseorang  (kelahiran, khitanan, naik pangkat/ status dan kematian dll) selalu  ditandai  dengan  peristiwa-peristiwa  teater  dengan  penampilan berupa tarian,nyanyian maupun cerita,   dengan acara, tata cara yang unik dan menarik.